Fenomena childfree akhir-akhir ini menjadi topik yang cukup hangat dibicarakan. Bukan hanya masyarakat, namun fenomena childfree juga telah menjadi perbincangan di kalangan influencer hingga figur publik atau kalangan artis.
Childfree sendiri mulai lantang digaungkan di era modern ini setelah sebelumnya isu feminisme dan kesetaraan gender juga telah mendahului topik childfree itu sendiri.
Childfree dan kesetaraan gender sedikit banyak memiliki hubungan. Di masa ini, melahirkan anak sudah bergeser menjadi sebuah pilihan daripada keharusan. Rumah tangga yang tidak memiliki anak sudah mulai dianggap tidak asing walaupun masih ada stigma yang mengikutinya.
Selain fenomena childfree, kita tidak dapat melepaskan hubungan dan perbedaannya dengan childless. Lalu apa itu childfree dan childless?
Fenomena childfree adalah keputusan seseorang atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak karena alasan tertentu yang bersifat personal. Sedangkan childless adalah seseorang atau pasangan yang diharuskan tidak memiliki anak karena keadaan, bukan alasan pribadi.
Menguatkan definisi di atas, dikutip dari Cambridge Dictionary, childfree merupakan orang-orang yang memilih untuk tidak memiliki anak, atau berada di kondisi dan situasi tanpa anak.
Hasil penelitian Patnani dkk., (2021) menunjukkan bahwa kehadiran anak dalam suatu pernikahan masih dianggap penting apalagi dikaitkan dengan anugerah dari Tuhan. Anak juga disebut pembawa kebahagiaan dalah rumah tangga. Kepercayaan ini utamanya berlaku di Indonesia.
Apalagi melihat Indonesia juga merupakan negara pro-natalis yang sebagian besar beranggapan jika dalam pernikahan harus memiliki anak. Hal inilah yang memengaruhi pandangan atau stigma negatif kepada pasangan childfree dan childless.
Berbeda dari pasangan childfree karena mereka memilih tidak memiliki anak karena pilihan, pasangan childless justru diharuskan oleh keadaan. Contohnya salah satu pasangan mengidap penyakit yang menghalangi mereka memiliki keturunan.
Tentunya kondisi ini adalah pukulan tersendiri bagi pasangan childless karena bisa saja mereka sebenarnya ingin memiliki anak.
Dikaitkan dengan kesedihan tersebut, tentunya ditambah stigma negatif dari masyarakat pro-natalis merupakan tekanan yang berat bagi pasangan childless. Pada dasarnya pun anak bisa menjadi jembatas orang tua dalam lingkungan sosial mereka.
Orang tua kerap terlibat dengan kegiatan sosial karena mengikuti kegiatan anaknya. Dengan tidak adanya anak, jembatan itu pun tidak ada.
Hal inilah yang menjadi alasan penyebab pukulan bertubi-tubi bagi pasangan childless hingga merasa terasingkan dari lingkungan sosialnya.